Tangga Perbaikan Diri
Setiap orang, pasti pernah melakukan kekeliruan, kesalahan
ataupun keburukan, sehingga terkadang mengganjal diri dari perbaikan.
Terkadang bayang-bayang kesalahan selalu menghadang,
dan celotehan lisan insan membendung keinginan dari perbaikan.
Padahal semua itu tidak akan ada artinya, jika kita selalu berusaha dan
berdoa untuk hijrah dari kekeliruan dan kesalahan masa lalu,
menuju hari-hari yang selalu disinari perbaikan dan kebaikan.
Terkadang bayang-bayang kesalahan selalu menghadang,
dan celotehan lisan insan membendung keinginan dari perbaikan.
Padahal semua itu tidak akan ada artinya, jika kita selalu berusaha dan
berdoa untuk hijrah dari kekeliruan dan kesalahan masa lalu,
menuju hari-hari yang selalu disinari perbaikan dan kebaikan.
Tentulah memperbaiki diri tidak mudah karena ia bagaikan
kumpulan anak tangga, dimana menapakinya hanya dapat diraih dengan kesungguhan
dan perjuangan.
Oleh karenanya, berikut beberapa langkah sederhana
dalam menapaki tangga perbaikan diri:
dalam menapaki tangga perbaikan diri:
1. Niat yang Ikhlas
Karena memperbaiki diri merupakan sesuatu
yang berat dan terdapat banyak rintangan yang dihadapi, oleh karena itu niat
yang ikhlas merupakan jalan utama agar setiap rintangan dan tantangan terasa
ringan. Tentu niat yang dimaksud adalah memperbaiki diri karena Nya, agar kita
mendapatkan pahala dan ganjaran dari Nya, sebagaimana Allah berfirman dalam
Al-Quran surat At-Tahrim ayat 8:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang
mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu".
2. Bertekad, Berjuang dan
Berdoa
Ketiga hal ini, merupakan suatu yang sangat
penting untuk memacu jiwa dalam menapaki tangga perbaikan diri, yang terkadang
dihiasi krikil, duri dan rintangan. Karena ketiganya bagaikan tiang pondasi
dalam sebuah bangunan, yang dapat kokoh dan kuat bila semua unsurnya menyatu.
3. Berilmu dan Mengamalkannya
Dalam menapaki tangga perbaikan diri, tentu harus memiliki ilmu yang benar (ilmu agama). Ilmu yang menapaki diri menuju ketaatan pada Nya, dengan ilmu teranglah antara kebaikan dan keburukan, benar dan salah, hitam dan putih. Oleh karena itu wajib bagi kita untuk menuntut dan mempelajari Ilmu agama (berdasar Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman para sahabat Rodiyallahu ‘anhum), setelah berilmu lalu wajib mengamalkannya.
4. Memulai dari Hal-hal Kecil
Sebagaimana kita ketahui, bahwa bangunan yang
besar terdiri dari kumpulan material yang kecil, tentu langkah sederhana untuk
membantu memperbaiki diri adalah memulai dari hal-hal kecil, seperti berkata
baik, berfikir positif, berbuat baik, menambah ilmu dan sebagainya, sehingga
kita dapat melangkah menuju perbaikan yang lebih besar.
5. Memilih Sahabat dan Lingkungan Yang Baik
Salah satu faktor yang besar pengaruhnya bagi
kepribadian seseorang adalah lingkungan persahabatan dan lingkungan sekitar.
Sungguh Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam telah memberi peringatan besar
akan pentingnya memilih sahabat, sebagaimana dalam sabda beliau :
“Agama
Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah
yang menjadi teman dekatnya.” (H.R Abu Daud dan Tirmidzi, disohihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam silsilah Ash-Shohihah no. 927).
Untuk
penjelasannya (silahkan lihat disini bersahabat tanpa syarat ) dan
untuk penjelasan lingkungan dapat dilihat dalam kisah yang akan dipaparkan selanjutnya.
6. Tidak Ada Kata Terlambat
dalam Perbaikan
Ketahuilah bahwa memperbaiki diri adalah
fitrah, setiap kita rindu dari kembali Pada Nya, rindu dalam ketaatan dan
perbaikan. Dan kita semua mengetahui bahwa Allah Maha pengasih dan Penyayang,
dan ia Maha Pengampun atas segala kesalahan hamba Nya selama matahari belum
terbit dari barat dan ajal belum menjemput, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barang
siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah akan
menerima taubatnya” (HR. Muslim).
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla, akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum
sampai ke kerongkongannya (baca: sakaratul maut).
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dengan status Hasan)
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dengan status Hasan)
Dan kita umumnya telah mengetahui sebuah
kisah,
tentang seorang yang memperbaiki diri dan kembali pada Nya, kisah tentang
seseorang yang berhijrah dari keburukan menuju kebaikan, kisah seseorang yang
telah membunuh 100 jiwa, yang ingin kembali dalam ketaatan pada Allah Subhanhu wa
Ta’ala.
Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad
bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dahulu pada masa sebelum kalian ada
seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan
orang-orang yang paling ‘alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang
rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh
99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu
tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah
100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang
keberadaan orang yang paling ‘alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada
seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah
membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang ‘alim itu pun
menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya
dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana
karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka
sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang
dulu), karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang
ditunjukkan oleh orang ‘alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan,
maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat
dan malaikat ‘adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan
bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat ‘adzab
berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu
datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk
menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka.
Malaikat ini
berkata,”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang
dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -penj). Jika jaraknya
dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak
kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan
tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.”
(HR. Bukhari dan Muslim no. 2766)
7. Memperbanyak Memahami dan Mempelajari Kisah Orang-orang yang
Memperbaiki Diri di Jalan NYA.
7. Memperbanyak Memahami dan Mempelajari Kisah Orang-orang yang
Memperbaiki Diri di Jalan NYA.
Jika kita mempelajarinya dari Al-Quran,
Sunnah, Siroh Nabi, Sahabat, ‘Ulama, dan orang-orang yang memperbaiki diri pada
Nya. Tentu akan banyak langkah dan hikmah, dalam menapaki tangga perbaikan yang
dapat kita terapkan dan pelajari.
___________
Mungkin, itulah beberapa langkah sederhana dalam menapaki
tangga perbaikan, tulisan ini merupakan nasihat pribadi bagi penulis untuk
senantiasa memperbaiki diri dan umumnya bagi kaum muslimin. Tulisan ini merupakan
secuil rangkuman langkah sederhana dalam hijrah dan perbaiki diri.
Dan kita semua berharap, kita mampu menapaki tangga-tangga perbaikan diri di setiap waktu, dalam ketaatan pada Nya. Aaaminnnn
Wallahu A’lam
Diselesaikan Selasa, Pukul 11:33 WIB
25 Robi’ul
Awal 1438 H/
24
Januari 2017
Depok, Jawa
Barat
EmoticonEmoticon