Selasa, 24 Januari 2017

Tangga Perbaikan Diri

Tags
بِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم




Tangga Perbaikan Diri

Setiap orang, pasti pernah melakukan kekeliruan, kesalahan ataupun keburukan, sehingga terkadang mengganjal diri dari perbaikan.
Terkadang bayang-bayang kesalahan selalu menghadang,
dan celotehan lisan insan membendung keinginan dari perbaikan.
Padahal semua itu tidak akan ada artinya, jika kita selalu berusaha dan
berdoa untuk hijrah dari kekeliruan dan kesalahan masa lalu,
menuju hari-hari yang selalu disinari perbaikan dan kebaikan.

Tentulah memperbaiki diri tidak mudah karena ia bagaikan kumpulan anak tangga, dimana menapakinya hanya dapat diraih dengan kesungguhan dan perjuangan.
Oleh karenanya, berikut beberapa langkah sederhana
dalam menapaki tangga perbaikan diri:


1. Niat yang Ikhlas
Karena memperbaiki diri merupakan sesuatu yang berat dan terdapat banyak rintangan yang dihadapi, oleh karena itu niat yang ikhlas merupakan jalan utama agar setiap rintangan dan tantangan terasa ringan. Tentu niat yang dimaksud adalah memperbaiki diri karena Nya, agar kita mendapatkan pahala dan ganjaran dari Nya, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surat At-Tahrim ayat 8:

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".


2. Bertekad, Berjuang dan Berdoa
Ketiga hal ini, merupakan suatu yang sangat penting untuk memacu jiwa dalam menapaki tangga perbaikan diri, yang terkadang dihiasi krikil, duri dan rintangan. Karena ketiganya bagaikan tiang pondasi dalam sebuah bangunan, yang dapat kokoh dan kuat bila semua unsurnya menyatu.

3.  Berilmu dan Mengamalkannya
Dalam menapaki tangga perbaikan diri, tentu harus memiliki ilmu yang benar (ilmu agama). Ilmu yang menapaki diri menuju ketaatan pada Nya, dengan ilmu teranglah antara kebaikan dan keburukan, benar dan salah, hitam dan putih. Oleh karena itu wajib bagi kita untuk menuntut dan mempelajari Ilmu agama (berdasar Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman para sahabat Rodiyallahu ‘anhum), setelah berilmu lalu wajib mengamalkannya.


4. Memulai dari Hal-hal Kecil
Sebagaimana kita ketahui, bahwa bangunan yang besar terdiri dari kumpulan material yang kecil, tentu langkah sederhana untuk membantu memperbaiki diri adalah memulai dari hal-hal kecil, seperti berkata baik, berfikir positif, berbuat baik, menambah ilmu dan sebagainya, sehingga kita dapat melangkah menuju perbaikan yang lebih besar.

5. Memilih Sahabat dan Lingkungan Yang Baik
Salah satu faktor yang besar pengaruhnya bagi kepribadian seseorang adalah lingkungan persahabatan dan lingkungan sekitar. Sungguh Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam telah memberi peringatan besar akan pentingnya memilih sahabat, sebagaimana dalam sabda beliau :

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (H.R Abu Daud dan Tirmidzi, disohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam silsilah Ash-Shohihah no. 927). 

Untuk penjelasannya (silahkan lihat disini bersahabat tanpa syarat ) dan untuk penjelasan lingkungan dapat dilihat dalam kisah yang akan dipaparkan selanjutnya.



6. Tidak Ada Kata Terlambat dalam Perbaikan
Ketahuilah bahwa memperbaiki diri adalah fitrah, setiap kita rindu dari kembali Pada Nya, rindu dalam ketaatan dan perbaikan. Dan kita semua mengetahui bahwa Allah Maha pengasih dan Penyayang, dan ia Maha Pengampun atas segala kesalahan hamba Nya selama matahari belum terbit dari barat dan ajal belum menjemput, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah akan menerima taubatnya” (HR. Muslim).

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke kerongkongannya (baca: sakaratul maut).
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dengan status Hasan)

Dan kita umumnya telah mengetahui sebuah kisah,
tentang seorang yang memperbaiki diri dan kembali pada Nya, kisah tentang seseorang yang berhijrah dari keburukan menuju kebaikan, kisah seseorang yang telah membunuh 100 jiwa, yang ingin kembali dalam ketaatan pada Allah Subhanhu wa Ta’ala.

Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling ‘alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling ‘alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang ‘alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu), karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang ‘alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat ‘adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat ‘adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka.

Malaikat ini berkata,”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -penj). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.”
(HR. Bukhari dan Muslim no. 2766)

7. Memperbanyak Memahami dan Mempelajari Kisah Orang-orang yang
   Memperbaiki Diri di Jalan NYA.

Jika kita mempelajarinya dari Al-Quran, Sunnah, Siroh Nabi, Sahabat, ‘Ulama, dan orang-orang yang memperbaiki diri pada Nya. Tentu akan banyak langkah dan hikmah, dalam menapaki tangga perbaikan yang dapat kita terapkan dan pelajari.

___________

Mungkin, itulah beberapa langkah sederhana dalam menapaki tangga perbaikan, tulisan ini merupakan nasihat pribadi bagi penulis untuk senantiasa memperbaiki diri dan umumnya bagi kaum muslimin. Tulisan ini merupakan secuil rangkuman langkah sederhana dalam hijrah dan perbaiki diri.

Dan kita semua berharap, kita mampu menapaki tangga-tangga perbaikan diri di setiap waktu, dalam ketaatan pada Nya. Aaaminnnn
Wallahu A’lam

Diselesaikan Selasa, Pukul 11:33 WIB
25 Robi’ul Awal 1438 H/
24 Januari 2017

Depok, Jawa Barat


EmoticonEmoticon

Entri Populer