Minggu, 02 Oktober 2016

Malas itu Penyakit

بِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم



Malas itu penyakit !

Malas adalah tangga dari sebab penyesalan, setiap langkah yang dilalui bersamanya akan mendatangkan penyesalan dan ia hanya akan menjadi parasit pada setiap jiwa yang dihinggapi. Entah begitu banyak waktu yang hilang tanpa hasil diakibatkan sifat ini, padahal kita semua tahu bahwa waktu adalah investasi kebahagiaan setiap orang. Oleh karena itu sangat besar bahaya malas yang mengintai kita dan oleh sebab itu, kita semua perlu melawan dan melindungi diri dari penyakit malas yang siap menghampiri, dan disadari atau tidak, pasti setiap orang pernah mengalami sifat ini.

Tetapi jika diteliti dan dipahami melalui pandangan akal sehat, sifat ini perlu di keluarkan dari dalam diri seseorang, atau kelak penyakit ini akan menjatuhkan pada kesengsaraan jangka panjang, malas memiliki banyak ragamnya seperti malas dalam belajar, malas dalam bekerja ataupun malas dalam beribadah. Penyebab malas dapat disebabkan oleh lingkungan hidup yang serba mudah, sikap bersantai dan perilaku bersenang-senang.

Solusi dari masalah ini tentunya ialah dengan memacu target-target yang dapat membangkitkan gairah produktifitas ataupun dengan menciptakan pola pikir anti malas, karena seorang yang berakal akan memperhatikan dampak dari tindakan yang dilakukan. Ketika malas telah menjadi bagian dari kepribadian, maka tentu ia akan menjadikan setiap orang kaya menjadi miskin, menjadikan setiap kesuksesan sebagai angan semu dan menelantarkan diri pada kemiskinan dan kesengsaraan. Maka karena itu cara terbaik menghilangkan malas adalah memacu dan memicu waktu dengan sebaik-baiknya dalam produktifitas dan kebaikan, karena satu detik waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali. 
Perlu diketahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan manusia dengan akal dan hati, sehingga dapat menentukan tindakan dan dampak baginya kelak.
Berikut penulis sajikan kisah, semoga bermanfaat dan kita semua dapat mengambil hikmahnya, aaaaminn.


Kisah Si Pemalas Dengan Abu Hanifah

Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Dia mengeluh, “Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, sepertinya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi tadi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkonganku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, manakah hati yang belas kasihan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik.

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah berasa kasihan lalu beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Ketika dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Kemudian, si malang merasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas dia tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi uang dan secarik kertas yang bertulis, ” Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cobalah bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus.”

Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu terdengar lagi, “Ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekedar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri,  akan lebih sengsaralah hidupku”
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secarik kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang ketika mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada secarik kertas lalu dibacanya, 

“Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian “malas” namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridha Allah melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Jika anda ingin senang, anda harus suka pada bekerja dan berusaha karena kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak disuruh duduk diam dan tidak seharusnya demikian pula tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Oleh sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan cepat berjaya.”

Sehabis dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sadar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha.
Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikuti peraturan-peraturan hidup (Sunnah Allah) dan tidak lagi melupakan nasihat orang yang memberikan nasihat itu.

"Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajarkan kita untuk maju ke depan dan bukan mengajarkan kepada kita diam di tepi jalan".

sumber kisah pengusahamuslim.com


Ditulis: 26 Dzulhijjah 1437 Hijriah
28 September 2016 Masehi
Pukul: 23:52


EmoticonEmoticon

Entri Populer